Arsip Kategori: News

Lesson Learned Akreditasi Internasional AUN

Bogor, 22 Agustus 2014. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Departemen KSHE) Fakultas Kehutanan IPB sedang mempersiapkan dokumen untuk akreditasi internasional melalui Asean University Network (AUN). Akreditasi AUN diharapkan akan memberi dampak yang besar dalam pengelolaan program studi sarjana Departemen KSHE. Sehubungan dengan DKSHE mengundang Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Departemen INTP) Fakultas Peternakan IPB yang telah terlebih dahulu teradkreditasi AUN untuk mendapatkan lesson learned pengalaman dalam proses akreditasi AUN tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, hadir Ketua Departemen KSHE Prof Dr Sambas Basuni, MS dan Tim Akreditasi AUN Departemen KSHE yang terdiri dari antara lain Dr Arzyana Sunkar, Dr Agus Hikmat, Dr Siti Badriyah Rushayati, Eva Rachmawati, SHut, MSi. Sedangkan dari Tim Akreditasi AUN Departemen INTP hadir Dr Sri Suharti dan Ir Dwi Margi Suci, MS. Dalam paparannya, Tim Akreditasi AUN Departemen INTP, menekankan pentingnya menyusun dokumen SAR AUN sesuai dengan panduan yang dikeluarkan AUN yaitu sebanyak 15 kriteria. Bukti-bukti dokumen harus tersedia sewaktu visitasi dilakukan. Fasilitas yang mendukung kegiatan program studi harus disiapkan, termasuk juga dokumen SAR AUN dimuat didalam web Departemen KSHE.

Dengan adanya lesson learn dalam akreditas AUN dari Departemen INTP ini, diharapkan Tim Akreditasi AUN Departemen KSHE dapat mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan akreditasi tersebut secara lebih baik lagi (Agus Hikmat).

aun-5 aun-2 aun-3 aun-4

Pembukaan Summer Course: An Introduction to Tropical Biodiversity from Mountain to the Sea

Bogor, 21 Agustus 2014. Pembukaan secara resmi program Summer Course dengan tema “An Introduction to Tropical Biodiversity from Mountain to the Sea” dilakukan di Gedung Rektorat Andi Hakim Nasution pada Kamis 21 Agustus 2014. Program summer course ini merupakan program kerjasama Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE), Departemen Manajemen Hutan (DMNH) Fakultas Kehutanan IPB dengan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (DMSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Program ini dikoordinir oleh Kantor Kerjasama Internasional IPB. Pada pembukaan summer couse tersebut dihadiri oleh Sekretaris DKSHE, Dr Agus Hikmat.

Program summer course tahun 2014 ini merupakan pelaksanaan kali kedua diikuti sebanyak 8 orang yang terdiri dari 2 orang dosen dan 6 orang mahasiswa dari Tokyo Agricultural University dan Ibaraki University, Jepang. Selain kuliah di Kampus IPB Darmaga, kegiatan summer course dilakukan juga kegiatan praktek lapang di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan Pulau Pari Kepulauan Seribu. Dosen DKSHE yang terlibat dalam program ini antara lain : Dr Yeni A. Mulyani, Dr Mirza D. Kusrini, Dr Arzyana Sunkar, Eva Rachmawati, SHut, MSi dan Resti Meilani, SHut, MSi. Program summer course ini berlangsung dari tanggal 21 Agustus sampai dengan 1 September 2014 (Agus Hikmat).

SC-2 SC-3 SC-4 SC-5

Diskusi Bulanan : Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Wisata di Kawasan Konservasi

Bogor, 29 April 2014. Kegiatan Diskusi Bulanan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB), merupakan suatu kegiatan diskusi guna meningkatkan kapasitas dan informasi mengenai informasi serta isu-isu yang berkembang saat ini.

Kegiatan diskusi yang dimulai pada pukul 08.30 WIB di Ruang Sidang Sylva, Fakultas Kehutanan diselenggarakan oleh Divisi Rekreasi Alam dan Ekowisata, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE). Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai stakeholder wisata di Indonesia (Pengusaha, Direktorat PJLKKHL Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri (dalam aplikasi Permendagri No.33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Litbanghut Kementerian Kehutanan, Kementerian Perekonomian (Keasdepan Kehutanan), Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, BKSDA Wilayah Jawa Barat, Asosiasi Pengusaha Pariwisata Alam Indonesia). Demikian juga dihadiri oleh sivitas akademika IPB mulai dari mahasiswa sarjana, pascasarjana, dosen, ketua departemen hingga Dekan Fakultas Kehutanan IPB.

Tema diskusi adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Diskusi bulanan dibuka oleh Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M. Agr. pada pukul 09.00. Dilanjutkan dengan penyampaian makalah utama oleh kepala Divisi Rekreasi Alam dan Ekowisata yaitu Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib. Dalam paparan makalahnya Kepala Divisi Rekreasi Alam dan Ekowisata menyampaikan bahwa, salah satu kelompok yang termasuk PNBP adalah penerimaan dari pemanfaatan sumberdaya alam. Wisata alam di kawasan konservasi seperti taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, dan taman buru, pada tahun 2014 ditargetkan mampu menyumbang PNBP minimum sebesar Rp 1 triliun. Juga disitir pernyataan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut, bahwa target PNBP dari sektor wisata alam untuk tahun ini meningkat dibandingkan dengan target tahun lalu yaitu sebesar Rp 500 miliar, namun realisasinya Rp 3,5 triliun. Berkaitan dengan itu, untuk meningkatkan PNBP tersebut, maka pada pertengahan bulan April ini, Kemenhut melalui PP No.12 Tahun 2014 menaikkan tarif masuk ke lokasi wisata yang ada di kawasan konservasi. Tarif masuk yang semula hanya Rp 2.500 dinaikkan menjadi Rp 5.000-Rp 25.000 bagi wisatawan domestik dan Rp 100.000-Rp 300.000 bagi wisatawan mancanegara. Besar tarif yang ditetapkan berdasarkan rayon, misalkan Rayon 1, TN Bromo Tengger Semeru dan TN Bali Barat dikenakan tarif tertinggi (Rp 20.000) dan rayon 3 dikenakan tarif paling rendah (Rp 5.000). “Namun demikian, pihak PJLKKHL akan membatasi pemanfaatan jasa lingkungan atau pariwisata di lokasi konservasi untuk menjaga agar satwa tetap nyaman, meskipun dikejar target PNBP Rp 1 triliun.”.

Ibu Harini juga mempertanyakan Apakah bentuk PNBP hanya satu cara berdasar penetapan itu saja ?

Dalam suatu kegiatan wisata sebenarnya banyak sekali bentuk-bentuk pelayanan yang dapat menghasilkan. Mulai dari pemanduan untuk melihat berbagai kegiatan wisata,penjualan souvenir, penjualan program dan paket wisata dan sebagainya. Seperti juga di rumah sakit maka yang akan menghasilkan dana adalah pelayanan nya, namun juga untuk bisa mendapatkan pelayanan prima ada berbagai sarana untuk pelayanannya

Jadi untuk suatu kawasan konservasi yang dimanfaatkan untuk wisata mestinya bukan hanya dikenakan semacam karcis untuk PNBP nya. Namun perlu dicari suatu cara lain yang menjadikan semua pelaku maupun wisatawan tidak merasa terbebani, namun juga bagaimana supaya pendapatan /penerimaan negara dari kawasan itu meningkat.

Mungkin pemikiran yang hanya mengkhususkan penerimaan Negara dengan satu bentuk model PNBP itu sebenarnya terlalu menyederhanakan cara untuk mendapatkan penerimaan negara.

Menurut Kasubdit Program dan Evaluasi Direktorat PJLKKHL, Ir. Trio Santoso uraian yang disampaikan dari Prof. E.K.S Harini merupakan bentuk penyesuaian tingkat inflasi, karena sudah 16 tahun tarif masuk wisata alam ke kawasan konservasi tidak pernah naik. Disamping itu pula, kalau dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, tarif masuk wisata alam ke kawasan konservasi di Indonesia jauh lebih rendah

Pada diskusi yang dihadiri berbagai pihak dari latar belakang yang berbeda tersebut, pada dasarnya peserta diskusi setuju dengan adanya PP No.12 Tahun 2014 beserta kenaikan tarif didalamnya. Namun, dengan naiknya tarif tersebut, ternyata menimbulkan pro dan kontra terutama kalangan pelaku atau pengusaha wisata alam yang menyebabkan naiknya tarif masuk ke kawasan konservasi. Kedatangan turis mancanegara sudah direncanakan jauh-jauh hari oleh pengusaha wisata alam, sehingga kenaikan tarif tersebut dapat menyebabkan kekurang nyamanan pada kedua belah pihak. Selain itu kenaikan tarif harus diimbangi dengan fasilitas dan jasa yang lebih baik dari sebelumnya. “Jika dihitung secara kasar dengan membandingkannya dengan beberapa lokasi wisata lain diluar kawasan konservasi, pendapatan yang didapatkan masih sangat kecil, sehingga kemungkinan besar target tersebut mampu dicapai. Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana caranya mengembangkan dan menarik pengujung, penjualan jasa, serta adanya petugas yang bersih dalam praktik di lapangan sehingga didapatkan keuntungan yang sesuai dengan harapan maupun perhitungan”. Prof Harini, selaku Kepala Divisi RAE, IPB, menjelaskan, “Kami sebagai akademisi, disini hanya ingin berperan sebagai jembatan penghubung antara pihak-pihak terkait serta dapat menyelesaikan beberapa masalah yang masih ada dalam penerapan peraturan baru ini. Sehingga masing-masing pihak tidak saling berhadapan, terait dengan peraturan baru ini. Disini, kami hanya ingin memancing. Memancing para pihak yang berkepentingan untuk duduk dan berpikir guna menyelesaikan masalah bersama-sama.”

Dr. Ir. Ajat Sudrajat mewakili Asosiasi Pengusaha Pariwisata Alam Indonesia (Appai), menyambut baik adanya diskusi ini, dan mengusulkan perlunya telaah akademis terhadap berlakunya PP No. 12/2014 tersebut, serta perlu sosialisasi yang cukup sehingga pelaksanannya akan menguntungkan berbagai pihak. Setelah penyampaian makalah utama dan diskusi, kegiatan Diskusi Bulanan ditutup pada pukul 13.00 WIB (Agus Hikmat).

diskusi-2 diskusi-3 diskusi-4 diskusi-5 diskusi-6 diskusi-7

Ekspedisi Saintifik: Mengungkap Flora Endemik Zeuxine tjiampeana

Bogor, 12 April 2014. Tim Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) Fakultas Kehutanan IPB yang tergabung dalam Kelompok Pemerhati Flora (KPF) Rafflesia HIMAKOVA mengadakan ekspedisi saintifik untuk mengungkap anggrek Ciampea (Zeuxine tjiampeana). Spesies anggrek Z. tjiampeana merupakan flora endemik yang hanya tumbuh di tanah berkapur Bukit Karst Ciampea, Bogor. Keberadaan populasi anggrek tersebut di Bukit Karst Ciampea sekarang ini tidak diketahui, bahkan diduga sudah punah akibat adanya gangguan terhadap habitatnya berupa penambangan kapur.

Kondisi vegetasi Bukit Karst Ciampea secara umum berupa semak belukar dan vegetasi sekunder. Di samping itu, banyak ditemukan spesies tumbuhan yang tergolong asing invasif atau invasive alien spesies (IAS), antara lain: saliara (Lantana camara), pecut kuda (Stachytarpeta sp.), harendong bulu (Clidemia hirta), kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium), dan alang-alang (Imperata cylindrica).

Tim ekspedisi terdiri dari Juli Noor Farida, Muhamad Fadhil, Riszki Ishardianto, Armin Agung Mubarok, Siti Nariah, Nurkhotimah, Sandi Sopiandi, Surati, Nurjanah, dan Hany Zuyyina Lutfah, dengan dosen pendamping Dr. Agus Hikmat. Selama satu hari ekspedisi, Tim belum menemukan spesies flora endemik Z, tjiampeana tersebut. Oleh karena itu kegiatan ekspedisi ini perlu terus dilakukan secara periodik dengan jalur ekspedisi yang berbeda dan atau cakupan lokasi yang lebih luas lagi, hingga keberadaan Z tjiampeana dapat ditemukan (Agus Hikmat).

Saintifik-2 Saintifik-3 Saintifik-4 Saintifik-5 Saintifik-6 Saintifik-7

Regional Workshop on Sharing Traditional Forest-related Knowledge for Ecosystem Services in ASEAN Countries

Kuala Lumpur, 24-26 Maret 2014. Salah seorang dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Dr. Ir. Ervizal AM Zuhud, MS hadir sebagai pembicara pada Regional Workshop on Sharing Traditional Forest-related Knowledge for Ecosystem Services in ASEAN Countries yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada tanggal 24-26 Maret 2014. Acara workshop ini diselenggarakan atas kerjasama FRIM, APAFRI dan KPRI.

Selain Prof. Ervizal, hadir juga pembicara dari berbagai negara antara lain : Bui Trong Thuy (Vietnam), Antonio M. Dano (Filipina), Arsenio Bacerdo Ella (Filipina), Julius Kulip (Malaysia), Jiwon Kim (Korea), Nguyen Kim Loi (Vietnam), Jeong Hak Oh (Korea), Chan Ryul Park (Korea), Pham Duc Chien (Vietnam), Florena Banasihan Samiano (Filipina), dan Zuraida (Indonesia). Pada kesempatan tersebut, Prof. Amzu mempresentasikan makalah yang berjudul “Agroforest-Biodiversity Conservation Kampong in Indonesia”.

Selain acara di ruangan, para peserta workshop mengunjungi berbagai lokasi di sekitar Kuala Lumpur yang berkaitan dengan tema workshop.

asian-2 asian-3 asian-4 asian-5

Mahasiswa Pascasarjana PS KVT Berkunjung ke Kebun Raya Cibodas Cianjur

Cianjur, 19 Desember 2013. Dalam rangka praktikum MK. Manajemen Plasma Nutfah Tumbuhan, sebanyak 16 orang mahasiswa pascasarjana Program Magister Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika (PS KVT) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB berkunjung ke Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat. Kebun Raya Cibodas merupakan kebun raya dengan ekosistem dataran tinggi basah di Indonesia. Saat ini paling tidak terdapat 4 kebun raya yang langsung di bawah pengelolaan LIPI yaitu Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Bali, Kebun Raya Purwodadi dan Kebun Raya Cibodas. Pada mulanya mula Kebun Raya Cibodas ini bernama “Bergtuin te Tjibodas” , yang didirikan oleh Johannes Ellias Teijsmann pada tahun 1852.

Menurut salah seorang peneliti Kebun Raya Cibodas yang menyambut kedatangan mahasiswa KVT, Ibu Eka A.P. Iskandar menjelaskan bahwa Kebun Raya Cibodas berlokasi di Gunung Gede Pangrango pada ketinggian 1300-1425 m dpl, temperatur rata-rata 18 0C , kelembaban 90%, dan curah hujan 3380 mm/tahun. Dengan luas sebesar 84,99 hektar, kebu raya ini memiliki berbagai koleksi tumbuhan mulai dari jenis kaktus, paku dan lumut, palem-paleman, Araucaria, Rhododendron, bunga bangkai (Amorphophalus titanum), bahkan jenis sakura yang menjadi maskot Negara Jepang, dapat ditemukan di kebun raya ini. Lebih lanjut Ibu Eka A.P. Iskandar menyebutkan bahwa saat ini komposisi koleksi yang terdapat di Kebun Raya Cibodas yakni 60% tumbuhan asli Indonesia dan 40% merupakan koleksi luar negeri.

Keberadaan Kebun Raya Cibodas sangat penting bagi upaya konservasi ex-situ tumbuhan dan lingkungan sekitar kebun raya. Sebagai salah satu daerah resapan air, kawasan ini mencegah terjadinya banjir khususnya di daerah hilir. Kebun raya ini juga menjadi salah satu destinasi wisata/ tempat berlibur pengunjung, dan sumber penghasilan bagi pedagang, sopir transportasi dan guide yang sebagian besar merupakan masyarakat sekitar kawasan. Dalam bidang research, sejarah mencatat Kebun Raya Cibodas yang pertama kali menumbuhkan/mengaklimatisasi tumbuhan kina (Cinchona calisaya Wedd.) yang terkenal sebagai obat malaria. Tidak hanya itu Kebun Raya Cibodas berperan aktif memberian pendidikan lingkungan, tidak terkecuali bagi karyawan, pegawai perusahaan dan anak-anak sekolah.

Didampingi salah seorang dosen Dr. Agus Hikmat dan pegawai Kebun Raya Cibodas, mahasiswa diajak mengelilingi kebun raya, melihat koleksi Taman Lumut, Taman Sakura, Taman Anggrek, Kaktus, dan Amorphophalus titanum. Dalam praktek ini nampak mahasiswa begitu semangat dan tidak mau ketinggalan moment untuk berfoto ditengah keindahan tumbuhan yang menjadi koleksi Kebun Raya Cibodas. Mereka mengungkapkan rasa takjub terutama saat berkunjung ke Taman Sakura, dalih-dalih ditengah rasa takjub, muncul celotehan “wah kalo gini kita tidak perlu ke Jepang ni untuk melihat Bunga Sakura, cukup berkunjung ke Kebun Raya Cibodas”, sambil terus mengabadikan keindahan bunga sakura dengan kamera (Arya Arismaya Metananda).

cobodas-2 cobodas-3 cobodas-4 cobodas-5 cobodas-6 cobodas-7