Pelatihan Biopori dan Konservasi Pohon Buah-buahan Berkhasiat Obat

Bogor, 25 November 2012. Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan (BKKT), Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB kembali lagi mengadakan pelatihan bagi masyarakat lingkar kampus. Pelatihan ini merupakan bagian dari kegiatan PGN-IPB Kehati atau program pengembangan kampus keanekaragaman hayati dan penghijauan desa lingkar kampus berbasisi pemberdayaan masyarakat, kerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM IPB) dan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.

Kurang lebih 1 tahun yang lalu BKKT IPB dengan program ini telah membagian tidak kurang dari 10.000 bibit pohon buah-buahan berkhasiat obat kepada masyarakat lingkar kampus yang tersebar di Desa Benteng, Desa Cibanteng, Desa Cihideung Ilir, Desa Cikarawang dan Desa Dramaga. Lebih besar dari tujuan Penanaman 1 Milyar Pohon yang dicanangkan pemerintah atau IPB sebagai Kampus Kehati, BKKT memiliki misi untuk terus mendampingi masyarakat, mencapai kesejahteraan hidupnya. Oleh karenanya selama kurun waktu satu tahun tersebut BKKT tidak hanya sekedar membagikan bibit, namun turut aktif mendampingi masyarakat, mendengar keluhan masyarakat karena bagaimana pun BKKT IPB juga memiliki tanggung jawab agar tumbuhan yang dibagikan dapat tumbuh dengan subur dan pada akhirnya dapat menjadi  sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat lingkar kampus, ungkap Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS saat memberikan sambutan pelatihan ini kemarin.

Pelaihan yang berlangsung di ruang sidang Rafflesia ini dibuka secara resmi oleh Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE), Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS didampingi oleh Sekretaris Departemen, Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F. Pelatihan ini sendiri dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama adalah materi tentang konservasi buah-buahan berkhasiat obat yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan bagian kedua adalah materi tentang teknologi biopori untuk pertanian berkelanjutan yang disampaikan oleh Ir. Kamir R. Brata, M.Sc.

Prof. Amzu (sapaan akrab Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS) menyampaikan bahwa tumbuhan yang dibagi tersebut tidak hanya dapat dikonsumsi saja sebagai pangan namun juga memiliki khasiat obat. Beliau pun memberikan beberapa contoh diantaranya, alpukat untuk menghaluskan kulit (buah) dan menyembuhkan tekanan darah tinggi (daun), jambu biji untuk obat diare, disentri, sakit perut (daun), manggis dan sirsak untuk anti kanker, sukun untuk dan buah petai untuk penyakit liver, kencing manis dan ginjal.

Sementara itu, Ir. Kamir R. Brata, M.Sc. menyampaikan bahwa lubang resapan biopori ke depan sangat diperlukan ditengah jumlah lahan resapan yang semakin sedikit dan penggunaan air tanah yang sangat berlebihan. Lubang resapan biopori ini memiliki fungsi yaitu memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah, membuat kompos alami dari sampah organik yang disimpan di dalam lubang biopori, mengurai genangan air hujan yang menimbulkan penyakit, mengurangi resiko banjir di musim hujan, mamsimalisasi peran dan aktifitas flora dan fauna tanah serta mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor.

Setelah menerima materi di kelas, warga masyarakat yang berasal dari lima desa ini kemudian mempraktekan hasil dari materi tersebut yakni pembuatan lubang biopori serta pembuatan obat sederhana menggunakan bahan dasar daun sukun dan daun sirsak. Salah seorang peserta menilai bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat, menambah pengetahuan dan membuka peluang sumber pendapatan baru. Di akhir acara diadakan penyerahan alat bor biopori pada masing-masing perwakilan desa sebanyak 2 buah dan penyerahan sertifikat (Arya Arismaya Metananda).

Seminar Hasil Ekspedisi HIMAKOVA 2012

Bogor, 24 November 2012. Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, (HIMAKOVA), merupakan himpunan profesi mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) Fakultas Kehutanan IPB melaksanakan seminar hasil ekspedisi Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (Rafflesia) dan Studi Konservasi Lingkungan (Surili). Kegiatan ini merupakan puncak rangkaian ekspedisi ilmiah yang dilakukan anggota Himakova di kawasan konservasi tahun 2012 ini. Rafflesia mengambil lokasi di kawasan pesisir yaitu di Cagar Alam Tangkuban Perahu, Cagar Alam Sukawayana dan Taman Wisata Alam Sukawayana, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan Surili dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Provinsi Riau. Menurut Reza Aulia (Ketua HIMAKOVA 2012) kegiatan ekspedisi Rafflesia dan Himakova merupakan bukti nyata aksi konservasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan seminar hasil ekspedisi menjadi sarana publikasi yang baik.

Seminar hasil ekspedisi yang bertempat di Auditorium Sumardi Sastrakusumah, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor ini mengambil tema besar “Menjawab Tantangan Pengarusutamaan Konservasi melalui Sinergi Kolaborasi Multipihak dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia”. Pembicara yang diundang berasal dari pihak-pihak yang bersinggungan langsung dengan kegiatan konservasi, antara lain: Maman, S. Hut dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat; Julianti Siregar, S. Hut, M.Si dari Subdit Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi Hutan Lindung, Kemenhut; H. Budiman, MSi dari Pemerintah Daerah Sukabumi; Nunu Anugrah S.Hut, MSc dari Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kemenhut, Hj. Dian Novarina, MSc dari PT. Riau Andalan Pulp and Paper, dan dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS; Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA; dan Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MSc.

Kegiatan ini dibagi menjadi dua sesi, sesi I membahas hasil ekspedisi Rafflesia sedangkan sesi II membahas hasil ekspedisi Surili. Tidak hanya membahas hasil ekspedisi, seminar ini terasa lebih lengkap dengan adanya pameran foto dan laporan kegiatan hasil ekspedisi-ekspedisi sebelumnya.

Berdasarkan diskusi yang dilakukan selama dua sesi ini dapat disimpulkan bahwa konservasi sumber daya alam harus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak agar tujuan konservasi dapat tercapai secara maksimal (pengelolaan kolaboratif). “Seminar yang singkat namun memberikan banyak ilmu dan wawasan baru ini dirasa perlu dilakukan secara berkelanjutan,” ungkap Teresia, salah satu peserta seminar hasil ekspedisi HIMAKOVA 2012. Dengan berakhirnya seminar ini diharapkan peserta semakin mengetahui pentingnya kawasan konservasi dan pengelolaannya. Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan konservasi, sedikit banyak dapat dijawab dari adanya seminar ini (Maria Edna & Arya Arismaya Metananda).

Seminar Nasional Pengarus-utamaan Konservasi Biodiversitas Ala Indonesia

Bogor, 22 November 2012. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE), Fakultas Kehutanan IPB menyelenggarakan seminar nasional bertajuk “Pengarus-Utamaan Konservasi Biodiversitas Ala Indonesia”, bertempat di Auditorium Rektorat Gedung Andi Hakim Nasution. Seminar ini merupakan rangkaian kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) Fakultas Kehutanan IPB ke 30. Seminar ini sendiri dihadiri oleh berbagai unsur mulai dari kalangan pemerintah seperti Kementrian Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup, LSM dan kalangan akademisi baik mahasiswa S1, S2, S3 maupun staf pengajar dari berbagai departemen di IPB, ungkap ketua panitia seminar Dr. Ir. Siti Badriyah, MS.

Menjadi narasumber dalam seminar nasional ini adalah Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra (Guru Besar Konservasi Alam IPB) dan Dr. Ir. Soeryo Adibowo (Pakar Sosiologi Lingkungan IPB). Seminar ini dipandu oleh moderator Ir. Haryanto R. Putro, MS  (Pakar Kebijakan dan Kelembagaan Konservasi IPB).

Dalam paparannya, Prof. Hadi (sapaan akrab Bapak Hadi S. Alikodra) menyampaikan makalah berjudul Konservasi Masa Depan “Ecosophy” Bagi Penyelamatan Krisis Lingkungan Hidup. Dalam makalah tersebut dijelaskan bahwa pengetahuan ekologi yang selama ini dipelajari dan diimplementasikan di lapangan perlu ditingkatkan kualitasnya dari ekologi dangkal (shallow ecology) menjadi ekologi dalam (deep ecology)

Prinsip dasar deep ecology atau ecosophy adalah filoshopi penyelamatan SDA dan lingkungannya (bumi) dari kerusakan dengan memasukan dimensi ekologi dan dimensi spiritual. Sebagai umat beragama, manusia seharusnya meyakini bahwa bumi beserta isinya merupakan ciptaan Tuhan YME yang diperuntukan bagi kesejahteraan umat-Nya, namun harus menjaganya secara bertanggung jawab. Sebagai khalifah di bumi, manusia mempunyai kewajiban memelihara sistem ekologi bumi.

Faham ecosophy yang dipaparkan Prof. Hadi juga memperhatikan dimensi sosial-budaya dan ekonomi. Menurutnya, urusan konservasi dimasa mendatang tidak hanya sekedar melindungi dan melestarikan SDA, namun juga melindungi budaya masyarakat bagi terjamin kehidupan manusia masa depan yang berkualitas. Prinsip ini memberi jaminan bagi kelestarian fungsi-fungsi ekologi dan kearifan lokal.

Sementara itu Dr. Ir. Soeryo Adibowo menyampaikan materi tentang “Ekologi Baru & Sosiologi Lingkungan: Fondasi Baru untuk Konservasi Berbasis Pemangku Kepentingan. Konservasi ala Indonesia harus bertumpu pada observasi terkini hutan Indoensia sampai pada akhirnya diperoleh generalisasi empiris. Konservasi akan terbangun tidak hanya dengan melihat aspek hutan namun juga manusia sebagai pengguna sumber daya tersebut (sosiologi lingkungan). Keberhasilan gerakan konservasi sumberdaya hutan akan terwujud bilamana semua pihak yang terlibat dan berkepentingan, turut dilibatkan dalam gerakan konservasi tersebut, tutur Dr. Ir. Soeryo Adibowo (Arya Arismaya Metananda).

Wayang Konservasi “Amarto Binangun”

Selamat dan Sukses, atas terselenggaranya Pagelaran Wayang Kulit Konservasi dengan lakon ‘Amarto Binangun’ sebagai salah satu rangkaian acara memperingati ulang tahun DKSHE ke-30 yang digelar pada tanggal 14 November 2012, pukul 13.00 – 16.00 WIB bertempat di Auditorium Sylva Pertamina, Kampus IPB Darmaga dengan dalang seorang pakar di bidang konservasi, yaitu: Dr. Jarwadi Budi Hernowo, MSc (Ki J-BH) . Pagelaran wayang kulit ini merupakan salah satu inovasi pemikiran konservasi melalui budaya tradisional. (Wr)

Pentingnya Karakter dalam Membina Mahasiswa

Senin, 19 November 2012

Saat ini pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sedang gencar melakukan pendidikan karakter untuk generasi muda. Pendidikan membangun karakter ini tidak hanya dilakukan di institusi Perguruan Tinggi namun mulai dari usia dini. Demikian dikatakan Ratna Megawangi ketika menjadi narasumber Pelatihan dengan tajuk “Pengembangan Karakter bagi Pembina Kemahasiswaan IPB, Menjadi Tenaga Pendidik yang Berkarakter untuk IPB yang Berkualitas” yang digelar Direktorat Kemahasiswaan IPB . Acara di gelar di IPB International Convention Center, (10/11).

Pembangunan karakter ini penting dilakukan mengingat  berdasarkan fakta, salah satu survey menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia gemar melakukan suap. Selain itu survey PERC (Political and Economic Risk Consultacy) juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang melakukan pelanggaran tertinggi di Asia.

Lebih lanjut Ratna Megawangi  menyampaikan untuk membangun karakter mahasiswa disarankan perlu memperbanyak aktivitas bernuansa  kepedulian sosial di kampus dengan cara  terjun langsung dalam menghadapi berbagai masalah sosial, kebijakan publik, korupsi dan kemiskinan.  Semangat pembinaan ini juga dimasukkan dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa.  Acara Pelatihan karakter bagi Pembina Kemahasiswaan IPB ini di buka oleh Direktur Kemahasiswaan IPB, Dr. Rimbawan. (dh)

PKSPL IPB Gelar Diskusi After Rio+20

Selasa, 6 November 2012

 
Upaya penurunan laju penggunaan sumberdaya alam (SDA) dan pembuangan limbah per kapita, harus dilakukan dengan cara menurunkan standar kehidupan orang-orang kaya, baik yang tinggal di negara-negara maju maupun negara berkembang. Pada saat yang sama, kita punya kewajiban moral untuk memperbaiki kualitas hidup penduduk miskin melalui penyediaan lapangan kerja yang terhormat agar mereka mampu memenuhi kebutuhan dasarnya dan hidup sejahtera.

Demikian dipaparkan Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB Prof Dr Tridoyo Kusumastanto sebagai salah satu upaya yang akan dilakukan terhadap hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20. Upaya lainnya adalah merumuskan bagaimana upaya meningkatkan daya dukung bumi agar mampu menyediakan bahan pangan, energi, air, SDM lain, dan ruang serta kualitas lingkungan hidup yang sehat, nyaman, dan berkecukupan secara lestari.

Prof. Tridoyo menyampaikan hal itu dalam sebuah Roundtable Discussion dengan tema “After Rio+20: Pembangunan Berkelanjutan di Persimpangan Jalan”, Selasa (30/10) di Ruang EDTC PKSPL Kampus IPB Baranangsiang Bogor. Kegiatan ini diselenggarakan oleh PKSPL LPPM IPB bekerjasama dengan Perhimpunan Cendekiawan Lingkungan Indonesia (Perwaku), dan International Society for Sustainability Professionals (ISSP) Indonesia Chapter.

“Dari pertemuan ini diharapkan dapat memberikan imbauan kepada seluruh sektor bagaimana sesungguhnya mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan di Indonesia dengan menciptakan sebuah landasan yang kuat. Karena perubahan yang terjadi secara global tidak menunjukkan arah yang jelas. Dan harus diakui, bahwa setelah Rio 20, sepertinya silent. Tidak ada proses implementasi yang mengikat seluruh sektor untuk masuk ke dalam implementasi bagi pembangunan berkelanjutan yang membumi,” urai Prof Tridoyo.

Tampak hadir dalam kesempatan ini diantaranya Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air, Basah Hernowo, Ketua Umum Perhimpunan Cendekiawan Lingkungan Indonesia (Perwaku) Dr Ir Donny Yoesgiantoro, dan Ketua ISSP Chapter Indonesia Timotheus Lesmana. (nm)