11th Fahutan Talk Series: Membumikan Eco-sofi dalam Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Didorong oleh keprihatinan terhadap kondisi alam dan lingkungan saat ini, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB University, pada tanggal 3 Februari 2021, mengadakan suatu pertemuan virtual bertajuk” Membumikan Eco-sofi dalam Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan” yang dipandu oleh Dr Rinekso Soekmadi, dosen DKSHE, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan. Acara ini juga merupakan bagian dari Fahutan Talk Series yang ke 11. Acara ini dilaksanakan dengan tujuan utama menyebarkan pemahaman Ecosofi dalam era baru pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dengan merujuk pada sebuah karya monumental dari Guru Besar IPB, Prof. Hadi S Alikodra.
Dekan Fakultas Kehutanan, Dr. Naresworo Nugroho, pada sambutannya, menekankan pentingnya penerapan Ecosofi dalam 3 dimensi kehidupan (intelektual, spiritual, dan emosional). Dalam dimensi intelektual, manusia diminta untuk secara terus menerus mempelajari, meneliti, memahami, dan menghargai alam dan lingkungannya. Pada dimensi spiritual kita mempercayai bahwa sumberdaya alam diciptakan oleh Tuhan YME dan kita sebagai manusia harus memuliakannya sebagai bentuk penghargaan mahluk atas penciptaNya.
Kemudian dalam dimensi emosional ini bermakna dalam membentuk manusia yang beretika dan bermoral bagi keberlangsungan kehidupan manusia dari generasi ke generasi berikutnya. Diharapkan dengan membumikan Ecosofi bagi keberlanjutan umat dapat terbangun gerakan konservasi yang konsisten untuk mencintai dan melindungi alam dan lingkungannya serta tumbuh dan berkembangnya keikhlasan manusia sebagai khalifah dibumi untuk menerapkan etika dan moral konservasi bagi tuntunan hidup dalam mengelola SDA dan lingkungannya secara berkelanjutan ditengah tuntunan zaman dan era pembangunan yang semakin masif.
Peserta yang hadir berjumlah 260 orang yang berasal dari berbagai latar belakang instansi (pemerintah, NGO, praktisi dan akademisi) dan juga dari berbagai generasi. Narasumber yang berbagi pengalamannya juga berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda.
Sebagai pembicara utama, Prof. Hadi S Alikodra, dalam awal paparannya menyampaikan fakta bahwa bumi dan isinya saat ini semakin mengalami sakit dengan berbagai bencana yang terjadi (banjir, longsor, pandemic, dll). Berkembangnya krisis moral dan etika yang semakin jauh dari pendekatan spiritual ditambah dengan sifat anthropocentrism manusia sebagai pengelola bumi semakin memperburuk kondisi saat ini. Hal itulah yang menyebabkan keberlanjutan umat semakin terancam sehingga diperlukan era baru, semangat baru yang dikenal sebagai “Etika Ekologi Dalam” atau disebut juga sebagai Ecosofi. Ecosofi berasal dari kata Eco yang berarti ekologi dan Sofia atau wisdom, yang berarti juga paham yang mengedepankan cinta, bijak, dan jujur.
Prinsip Ecosofi merupakan filosofi keseimbangan yang bijak berlandaskan kesatuan utuh tiga dimensi (intelektual, spiritual, dan emosional) dalam pengelolaan SDA. Selanjutnya dalam kesempatan ini pula, Prof. Hadi S Allikodra menekankan tentang pentingnya menggantikan perilaku manusia dalam memanfaatkan SDA dan lingkungan yang merusak dengan mengedepankan keputusan konservasi dan pembangunan berkelanjutan, sesuai dengan tanggung jawab manusia sebagai Khalifah Allah.
Melalui Ecosofi diharapkan dapat terbentuk manusia dengan jiwa leadership yang beretika ecosofi yang senantiasa menggunakan logika, berpikir holistik dan jujur dalam mengelola kekayan alam Indonesia. Sebagai seorang akademisi dalam penutupnya, Prof. Hadi S Alikodra menekankan tentang pentingnya memprioritaskan peningkatan kapasitas institusi konservasi dan pembangunan berkelanjutan, salah satunya melalui pengajaran Ecosofi pada berbagai tingkatan pendidikan, baik ditingkat sekolah taman kanak-kanak hingga universitas sehingga di masa depan akan muncul generasi-generasi dengan leadership yang kuat dan jujur yang berlandaskan pada prinsip Ecosofi.