Gelaran Kegiatan Webinar Internasional bertajuk “Krisis Keanekaragaman Hayati dan Inovasi 4.0 di Era Pandemik”

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan tantangan pada berbagai aspek kehidupan, tidak hanya menyangkut aspek sosial, politik, dan ekonomi, namun juga lingkungan dan keanekaragaman hayati dunia. Dalam dua tahun terakhir setelah kasus pertama COVID-19, pengembangan dan upaya konservasi keanekaragaman hayati telah mengalami perlambatan. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan strategi dengan mengintegrasikan inovasi 4.0 dalam pengelolaan keanekaragaman hayati di era pandemi untuk kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya. Hal ini diungkapkan pada gelaran Seminar Internasional dengan tema Biodiversity Crisis and Innovation 4.0 in Pandemic Era, yang telah dilangsungkan pada 28 September 2021lau. (28/9) oleh Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University.

Seminar ini menghadirkan pakar yang kompeten di bidang konservasi sumberdaya hutan dan lingkungan hidup dari China dan Indonesia. Mereka adalah Prof Amael Borzee dari Nanjing Forestry University (China), Dwi N Adhiasto, MA dari Program Masyarakat Konservasi Satwa Liar (Indonesia), Dr Arzyana Sunkar dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fahutan IPB University dan Valentina Shita Prativi dari Ekspedisi Magnificus (Indonesia).

Dalam sambutannya, Ketua Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Dr Nyoto Santoso menyampaikan apresiasinya terhadap terselenggaranya acara ini. Menurutnya, tema acara ini relevan dengan apa yang telah dilakukan IPB University, yaitu sebagai bentuk komunikasi dan upaya sosialisasi kepada masyarakat luas tentang krisis keanekaragaman hayati saat ini serta mengetahui bagaimana inovasi 4.0 digunakan untuk mengatasi krisis di masa pandemi,”. Harapannya pertemuan awal ini akan membuka ruang komunikasi bagi banyak pihak, terutama yang aktif dalam menjaga keanekaragaman hayati di berbagai belahan dunia.

Dekan Fahutan IPB University, Dr Naresworo Nugroho dalam kesempatannya menyampaikan bahwa hanya sedikit laporan ilmiah yang menunjukkan dampak pandemi pada masalah konservasi. Bandingkan dengan informasi tentang konsekuensi sosial, ekonomi, politik dan terkait kesehatan. Beliau menambahkan bahwa berdasarkan riset yang dilakukan Brown 2020, Bancroft 2020, Ma’ia’I 2020, telah terjadi peningkatan perusakan hutan hujan Amazon hingga 55 persen. Hal ini terjadi dalam empat bulan pertama tahun 2020. Terumbu karang yang berusia berabad-abad di Karibia rusak permanen sebagai akibat dari kurangnya pengobatan terhadap penyakit jamur dan spesies invasif.

“Dari riset tersebut, dunia menghadapi peristiwa kepunahan massal keenam. Ada satu juta spesies tumbuhan dan hewan yang sekarang terancam punah karena perubahan penggunaan lahan dan laut, eksploitasi berlebihan, perubahan iklim, polusi, dan spesies asing invasif,”. Menurutnya, keanekaragaman hayati juga menopang kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran manusia saat ini dan di masa depan. “Oleh karena itu, dengan diadakannya webinar ini diharapkan dapat lebih memperluas pemahaman dan kesadaran kita tentang keanekaragaman hayati, dengan inovasi 4.0 yang aplikatif dan inisiatif teknologi menjadi salah satu aspek yang berkembang sangat cepat untuk dapat beradaptasi dengan kondisi yang berubah, serta mengintegrasikan inovasi 4.0 dengan pengelolaan dan penanggulangan masalah yang terjadi pada keanekaragaman hayati kita,ujarnya.

Kutipan : IPB Today – https://ipb.ac.id/news/index/2021/09/fakultas-kehutanan-dan-lingkungan-ipb-university-gelar-seminar-internasional-bahas-krisis-biodiversitas-di-era-pandemi/94c2a6a9e5e458f8ab5e9f8f0d8167b6

Coming Virtual Event: International Webinar
“Biodiversity Crisis and Innovation 4.0 in Pandemic Era”

Biodiversity underpins current and future human health, well-being and economic prosperity. Yet, it is being destroyed at an unprecedented and accelerating rate, with 25% of all plant and animal species now threatened with extinction. Now, the world faces its sixth mass extinction event, with one million plant and animal species now threatened with extinction due to changes in land and sea-use, overexploitation, climate change, pollution and invasive alien species (Diaz et al. 2019).

The COVID-19 pandemic has brought profound social, political, economic, and environmental and biodiversity challenges to the world. The sudden rapid outbreak of the disease, short timeframe since the commencement of the lockdown, and inaccessibility to field sites to start new empirical studies and monitor ongoing studies have in the absence of scientific evidence of direct impacts of the lockdown on species and ecosystems of concern. As a result, much of the direct environmental impact of the lockdown is still anecdotal. In the last two years after the first case of COVID-19, biodiversity conservation development projects requiring a mandatory human presence, such as surveillance of protected areas, treatments of diseases of wild plants and animals, and eradication of invasive alien species, may take a backseat. Without protection and added anthropogenic pressures due to the mass migration and unemployment in the biodiversity-rich developing world, the species and habitats of concern may be in danger of hunting, poaching, mining, logging, and diseases.

On the other hand, the lockdown has seen an upsurge in virtual citizen science projects (Darby 2020). Such collaborations between the researchers and the general public in digitization, preliminary data gathering, and volunteering are likely to underscore the role of citizens in biodiversity conservation projects. As the coronavirus (Covid-19) pandemic spreads, innovation 4.0, such as technological applications and initiatives, are multiplying to control the situation. Therefore, we must integrate innovation 4.0 and biodiversity considerations into their COVID-19 response. Now, many countries have integrated biodiversity measures in their COVID-19 policy response. The essential links between human health and well-being, biodiversity, and climate change could inspire a new generation of innovators to provide green solutions to enable humans to live in a healthy balance with nature, leading to a long-term resilient future.
This international webinar will be held online in a focused discussion facilitated by the Department of Forest Resources Conservation and Ecotourism, Faculty of Forestry and Environment, IPB University. The parties will actively provide material and opinions both in writing and orally.

The international webinar will involve speakers from universities, research institutions, non-governmental organizations and practitioners with various fields related to the theme:

  1. Prof. Amaël Borzée from Nanjing Forestry University, China
  2. Dwi N Adhiasto, MA from Wildlife Conservation Society’s Indonesia program, Indonesia
  3. Dr. Arzyana Sunkar from Departement of Forest Resources Conservation and Ecotourism, Faculty of Forestry and Environment, IPB University, Indonesia
  4. Valentina Shita Prativi from Magnificus Expeditions, Indonesia

The international webinar will be held online using the Zoom platform on:
Day/date : Tuesday, 28 September 2021
Time : 10.00-12.30 WIB

The purpose of holding this activity is intended as a form of communication and an effort to spread to the wide community about the current biodiversity crisis and how innovation 4.0 is used to overcome this crisis, especially during the pandemic era. Let’s join us: ipb.university/biodiversity-crisis-webinar.


Syafitri Hidayati

Dosen IPB Meneliti Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Budaya Melalui Pengembangan Wisata di Taman Nasional Kepulauan Seribu

Selama satu tahun ke depan, Dr. Eva Rachmawati dan Dr. Syafitiri Hidayati, dua dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, bersama dengan 2 asisten dan 3 mahasiswa akan melaksanakan penelitian yang bertajuk “Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Budaya dalam Konteks Pariwisata” di Pulau Harapan dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Penelitian yang didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi – BRIN ini akan bermitra dengan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) selaku pengelola dari pulau-pulau kecil yang masuk ke dalam wilayah kawasan konservasi Taman Nasional Kepulauan Seribu.

Penelitian ini diharapkan dapat mendorong wisata berkelanjutan di kawasan konservasi tersebut. Mewakili Kepala SPTN II Pulau Harapan BTNKpS, Domingos Da Costa menyambut baik kunjungan tim peneliti IPB di Pulau Harapan dan Pulau Kelapa Dua pada 27 Mei 2021 lalu. Domingos menyampaikan kesiapan balai untuk mendukung pelaksanaan penelitian. Ditemui saat melakukan kunjungan tersebut, Dr. Eva menyampaikan bahwa penggalian budaya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia masih minim dilakukan, padahal kearifan lokal yang telah berkembang di sana merupakan modal sosial bagi masyarakat untuk menghadapi tantangan zaman. Selain itu, peneliti bidang sosial wisata ini menambahkan bahwa dengan mengetahui potensi kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat para pemangku kepentingan terkait dapat mengembangkan berbagai atraksi wisata sekaligus meningkatkan kapasitas masyarakat dengan tetap mengakar pada budaya setempat. Kesiapan kapasitas masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses pengembangan wisata di wilayahnya tentunya akan mendukung pembangunan wisata berkelanjutan dari mana diharapkan masyarakat dapat merasakan dampak positif wisata dari aspek sosial, ekonomi, psikologis, politik, dan lingkungan.

Pulau Harapan adalah pulau yang memiliki potensi wisata yang sangat tinggi dengan jumlah wisatawan mencapai 800 hingga 1000 orang per hari. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Junaedi, Ketua Kelompok Kerja Sadar Wisata (Pokdarwis), para wisatawan biasanya berkunjung ke Pulau Harapan sebagai bagian dari wisata ke pulau-pulau kecil lainnya di Kepulauan Seribu untuk melakukan beragam aktivitas wisata seperti snorkling, diving, camping dan menikmati panorama alam khas Kepulauan Seribu. Meski demikian, aktivitas wisata berbasis budaya terlihat masih belum diberdayakan, sehingga penelitian ini menjadi sangat diharapkan.

Pembangunan Taman Hutan Kampus IPB Dramaga, Bikin IPB Makin Cantik dan Fahutan pun Semakin Asyik

Bogor, 06 April 2021. Pembangunan Taman Hutan Kampus IPB Dramaga yang berlokasi di blok Cikabayan, Kampus IPB Dramaga, Bogor ini diawali dengan sebuah gagasan ketika Fahutan menerima mandat dari Rektor IPB pada tahun 1995 untuk mengelola arboretum Taman Hutan Kampus. Kemudian gagasan dan mandat tersebut dilanjutkan pada tahun 2018 bersama Himpunan Alumni serta ditetapkan pengelolaan dan pengembangannya pada acara Hari Pulang Kampus (HAPKA) Fakultas Kehutanan IPB sekaligus mencanangkan pembangunan Taman Hutan Kampus IPB Dramaga sejak September 2018.

Dr Nyoto Santoso, Ketua Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutanlink) IPB University selaku inisiator pembangunan Taman Hutan Kampus yang memiliki luas sekitar 20 hektar. Pembangunan taman ini akan dibagi dalam beberapa blok untuk gate pintu masuk, tempat permainan dan konservasi flora dan fauna termasuk galeri konservasi. Taman Hutan Kampus tidak hanya memiliki koleksi flora fauna keanekaragaman hayati tapi juga sebagai sarana pendidikan dan ecotourism, juga sebagai biodiversity konservasi.

Dr. Nyoto pun menyampaikan, pembangunan ini dimulai tahap demi tahap, dengan mengajak beberapa pihak seperti mahasiswa, pendidik maupun pihak private dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan dari alumni untuk berpartisipasi. Selain itu yang juga dilakukan adalah perbaikan penanaman termasuk juga perbaikan konservasi satwanya. Harapannya kedepan akan lebih banyak lagi bantuan yang datang sehingga target pembangunan ini dapat terwujud dan bisa berjalan sesuai rencana yaitu dalam kurun 5 sampai 1o tahun. (@W)

Dikutip dari IPBNews Published Date : 02-Apr-2021

Sumber foto : Forest Digest


Mengajak Siswa/i SMA Berkuliah di Departemen KSHE IPB untuk Menyelamatkan Bumi

Bogor, Maret 2021. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) merupakan salah satu dari empat departemen di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB. Departemen ini berdiri sejak tahun 1982 dengan nama Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan berdasarkan Surat Keputusan Rektor IPB No. 103/1982 tanggal 12 November 1982 dan diperkuat Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi No. 137/Dikti/Kep/1984 tertanggal 22 Nopember 1984. DKSHE memiliki mandat keilmuwan yakni pengembangan ilmu, teknologi, dan seni (IPTEKS) dalam konservasi sumberdaya hutan yang meliputi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan, dan pemanfaatan hidupan liar dan ekosistemnya termasuk ekowisata dan jasa lingkungan. Saat ini terdapat lima divisi di bawah DKSHE yakni Divisi Ekologi dan Manajemen Satwa Liar, Divisi Bioprospeksi dan Konservasi Tumbuhan Tropika, Divisi Politik dan Kebijakan Konservasi, Divisi Rekreasi Alam dan Ekowisata, dan Divisi Analisis Lingkungan dan Geospasial Modelling.

Untuk memperkenalkan DKSHE kepada siswa/i SMA dan sederajat, DKSHE menyelenggarakan Webinar yang bertajuk “Masih Mau Tinggal Di Bumi? Kuy Kuliah di KSHE!” pada Minggu, 28 Februari 2021. Selain itu, Webinar ini juga bertujuan untuk mengajak siswa/i SMA dan sederajat untuk melanjutkan pendidikan di DKSHE IPB agar dapat ikut menjadi professional yang aktif dalam menyelamatkan hutan dan lingkungan hidup. Dalam sesi pembukaan Webinar ini, Ainalusy Nurafifah (Mahasiswa Fast Track DKSHE) selaku MC mempersilahkan Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.S. dan Ketua Departemen KSHE IPB Dr. Ir. Nyoto Santoso untuk memberikan sambutan.

“Departemen KSHE merupakan salah satu departemen unggulan dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB karena minatnya luar biasa besar sehingga kompetisi untuk memasuki departemen ini cukup tinggi,” ungkap Naresworo dalam sambutannya.

“Kami ingin memberikan fasilitas pelayanan yang terbaik, baik berupa fasilitas laboratorium, media online, kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler, maupun laboratorium lapangan untuk mendukung kegiatan pendidikan dan penelitian,” ujar Nyoto Santoso.

Sesi pemaparan dibuka dengan penyampaian pengenalan DKSHE oleh Dede A. Rahman, P.hD (Dosen Muda DKSHE). Selanjutnya, Exist in Exist, S.Hut. (Alumni DKSHE dan News Anchor CNBC Indonesia) sebagai moderator memandu penyampaian materi dari perwakilan mahasiswa dan alumni DKSHE. Pembicara dari perwakilan mahasiswa DKSHE terdiri dari Virga Tria Ilahana (Mahasiswa Berprestasi DKSHE), Afrisal Isfan Abdillah (Awardee Afirmasi Kemenristekdikti dan Rumah Kepemimpinan Scholarship), dan Naufal Faiz FA (Aktivis Berprestasi). Sementara itu, pembicara dari perwakilan alumni DKSHE yakni Catharina Y. Utami, S.Hut. (Mahasiswa Master di Paul Sabatier University, Perancis). Para pembicara menceritakan berbagai pengalaman yang dirasakan dan berbagai kesempatan mengembangkan diri yang didapatkan dengan berkuliah di IPB, khususnya di DKSHE.

Memantau Satwa Liar dengan Mata Kamera : Penggunaan Camera Trap dan Drone UAV

Bogor, 9 Februari 2021. Indonesia sebagai negara dengan kekayaan biodiversitas tertinggi kedua di dunia merupakan anugerah dan modal dasar pembangunan berkelanjutan yang perlu selalu dijaga kelestariannya. Sementara, kerusakan lingkungan seperti kebakaran hutan, eksploitasi sumberdaya alam (SDA) secara berlebihan merupakan tantangan dalam menjaga biodiversitas khususnya jenis-jenis satwa liar yang kini statusnya diambang kepunahan. Demikian pula dengan ketersediaan data mengenai biodiversitas satwa liar di Indonesia masih minim dan terbatas sehingga dalam ini akan mempersulit upaya konservasi biodiversitas hutan, khususnya satwa liar di hutan nusantara dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaataan salah satu SDA ini di masa mendatang.

Hal ini yang mendorong Dr Dede Aulia Rahman, salah seorang dosen dan peneliti konservasi biodiversitas hutan di Divisi Ekologi dan Manajemen Satwa Liar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB University, melakukan sebuah kajian untuk menjawab fenomena yang sangat penting tersebut sehingga dapat menjawab tantangan terkait pengumpulan data ekologi dan potensi satwa liar di Indonesia yang masih sangat terbatas melalui penggunaan teknologi modern terkini.

Melalui dukungan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia, di bawah skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT), dalam studi terbarunya, Dr Dede melakukan optimasi pendataan serta monitoring satwaliar dengan memanfaatkan teknologi kamera tangkap (camera trap) yang berfungsi seperti CCTV yang dilengkapi sensor gerak, dan drone yang dilengkapi dengan sensor thermal untuk memantau satwa liar di hutan nusantara. Dr Dede menambahkan bahwa dengan menggunakan alat-alat ini pemantauan dan pendataan satwa liar yang sulit bahkan berbahaya untuk dipantau seperti satwa yang buas menjadi lebih mungkin dan mudah.